Rekam jejak pemanfaatan bagian-bagian tanaman tertentu, baik dengan cara diekstraksi menjadi herbal ekstrak atau disuling menjadi minyak atsiri, untuk kesehatan, kecantikan, dan kesejahteraan manusia sudah sama tuanya dengan perjalanan peradaban manusia itu sendiri. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan sains dan riset di bidang tanaman, senyawa kimia, minyak atsiri, jalur penyerapan ke dalam tubuh manusia serta data-data keamanan membuat pemahaman kita pun semakin terang. Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu berpikir kritis dan mengikuti tren perkembangan terkini dan regulasi yang berlaku. Tradisi tidak lagi dapat dijadikan pembenaran untuk tidak berpikir kritis dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Kita juga bertanggung jawab untuk terus memperbarui pengetahuan kita di bidang aromaterapi termasuk bagaimana memformulasi produk dengan aman dan menghindari overclaim. Semua ini tidak lain ditujukan agar kedepannya aromaterapi akan menjadi sebuah ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat.
- Produk Farmasi/Herbal/Obat Tradisional. Contoh produk yang masuk dalam kategori ini adalah minyak telon, minyak angin, minyak tawon, minyak kayu putih, balsam, dan inhaler untuk melegakan pernapasan. Ada juga produk yang mengandalkan bahan aktif tertentu seperti eugenol, menthol, metil salisilat, dan sebagainya.
- Produk komersil kosmetik dan personal care. Pengembangan produk ini, baik yang bersifat leave-on-skin (serum, body lotion) maupun rinse-off (shampoo, sabun) seyogyanya sudah mengikuti/memperhatikan panduan keamanan yang dikeluarkan oleh lembaga international seperti IFRA (The International Fragrance Association) yang mengatur dosis maksimal setiap bahan baku, termasuk minyak atsiri utuh dan senyawa yang terkandung didalamnya.
- Produk aromaterapi yang mengklaim memiliki manfaat terapeutik tertentu dan dijual untuk umum. Idealnya produk yang masuk dalam kategori ini diformulasikan oleh certified aromatherapist yang sudah melalui pelatihan khusus di bidang formulasi produk. Pemilihan bahan bakunya juga sebaiknya memperhatikan panduan keamanan IFRA seperti point 2, dan ada dasar bukti ilmiah jika melakukan klaim kesehatan tertentu. Tentunya produk tersebut sebaiknya tetap wajib didaftarkan pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
- Produk aromaterapi individual yang diformulasi oleh seorang certified aromatherapist untuk secara khusus membantu/mendukung proses kesembuhan seseorang.
Problematika di Lapangan
- Kepercayaan bahwa “yang natural pasti 100% aman” sangat menyesatkan.Beberapa minyak atsiri bisa mengandung senyawa kimia yang sebaiknya “dikeluarkan” terlebih dahulu, atau dipastikan penggunaannya dalam batas yang aman. Contohnya kandungan safrole dan methyl eugenol dalam minyak atsiri pala (nutmeg) masuk dalam kategori CMR (Carcinogenic Mutagenic Reprotoxic) sehingga minyak pala yang diekspor ke negara-negara Uni Eropa (European Union) harus sudah tidak lagi mengandung kedua senyawa tersebut. Serupa dengan pala, minyak atsiri wintergreen mengandung 95% molekul metil salisilat yang dapat membantu menangani masalah seputar tulang, sendi, dan otot, namun juga termasuk dalam kelas 2 CMR di negara-negara Uni Eropa. Oleh karena itu, penggunaan wintergreen masih sangat dibatasi dan batas aman penggunaannya dalam produk akhir pun masih dalam perdebatan. Uraian lengkap mengenai wintergreen dapat dibaca pada artikel ‘Scientific Committee on Consumer Safety SCCS OPINION on Methyl salicylate (methyl 2-hydroxybenzoate)’.
- Banyak produk yang diformulasi tanpa didasari pengetahuan tentang aromaterapi yang benar, dan kurang memperhatikan kaidah keamanan minyak atsiri. Pemilihan jenis minyak atsiri yang cenderung iritan, dosis pemakaian yang melebihi batas aman bagi tubuh manusia, cara dan frekuensi pakai yang serampangan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.Ambillah contoh minyak atsiri cinnamon bark dan cassia bark. Keduanya punya kekuatan antimikroba dan antijamur yang sangat ampuh. Kandungan cinnamaldehyde yang ada didalam kedua minyak atsiri tersebut dapat menghancurkan membran sel bakteri, namun sekaligus adalah ‘allergen’ kulit yang kuat sehingga batas maksimal penggunaan minyak atsiri cinnamon bark dalam produk adalah sekitar 0.05% menurut pakar aromaterapi yang juga adalah penulis buku “Essential Oil Safety”, Robert Tisserand.Selain itu ada juga minyak kayu putih, minyak telon, minyak tawon, balsam, inhaler pernapasan yang digunakan setiap hari setiap saat, di banyak bagian tubuh (leher, dada, hidung, punggung) tanpa adanya batasan karena “sudah tradisi”, benarkah aman?
- Belum adanya badan yang meregulasi penggunaan minyak atsiri untuk aromaterapi secara khusus baik di luar negeri maupun Indonesia, membuat setiap orang menginterpretasikan definisi keamanan ‘secara bebas’ dan terkadang terlalu berani dalam dosis penggunaan.Banyak pro dan kontra terkait menggunakan panduan IFRA di dalam produk aromaterapi karena dianggap lebih sebagai panduan fragrance dan bukan panduan aromaterapi. Menurut hemat kami, saat ini yang paling dapat dipegang sebagai acuan memang adalah standar IFRA (The International Fragrance Association) karena IFRA sudah mengacu pada safety studies dari RIFM (The Research Institute for Fragrance Materials) dan IFRA juga memberi panduan dosis maksimum penggunaan per kelas produk. Meskipun tidak diwajibkan untuk merujuk kepada standard IFRA, petunjuk dan standar tersebut dipatuhi di berbagai negara Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk memastikan kualitas dan keamanan produk.Selain IFRA, pembaca dapat juga menggunakan buku Essential Oil Safety – 2nd edition yang ditulis oleh Robert Tisserand dan Rodney Young sebagai acuan kemanan formulasi produk aromaterapi.
Lalu harus Bagaimana?
- Pilihlah minyak atsiri yang sesuai dengan usia, kondisi fisik dan psikologis orang yang memakai, serta target kesembuhan yang diinginkan.Untuk siapakah kita buat produk ini? Bayi, balita, manula, anak berkebutuhan khusus, pasien dengan kondisi medis tertentu termasuk dalam populasi khusus yang pilihan minyak atsirinya harus dipilih dengan hati-hati agar aman untuk kulit dan sistem tubuh mereka yang masih / sudah rapuh, dan jangan sampai menimbulkan kontraindikasi terhadap pengobatan yang sedang dijalani.
- Hanya gunakan minyak atsiri murni yang tidak mengandung pelarut maupun tambahan unsur sintetis lain.Pastikan kita membeli minyak atsiri hanya dari penjual yang terpercaya untuk menghindari minyak atsiri yang terkontaminasi ataupun palsu.
- Pilih metode yang tepat serta dosis yang sesuaiDengan cara apakah minyak atsiri ini akan efektif dipakai? Apakah melalui jalur penciuman, indra peraba, atau jalur pencernaan? Seberapa luas area tubuh yang digunakan? Berapa banyak dosis efektif untuk mencapai target kesembuhan dengan resiko paling rendah? Setiap jalur masuk minyak atsiri memiliki kelebihan dan kekurangan, sekaligus catatan khusus yang harus diperhitungkan. Faktor resiko versus manfaat harus kita pertimbangkan dengan bijak.
- Encerkan minyak atsiri sesuai keperluanPengenceran (dilution) dengan menggunakan ‘carrier oil’ adalah salah satu kunci untuk menghindari resiko efek samping pada kulit seperti iritasi, kemerahan dan efek toksisitas lainnya. Pada kondisi akut tertentu dan dalam jangka waktu pendek minyak atsiri tertentu boleh dioleskan tanpa diencerkan, sedangkan untuk pemakaian sehari-hari tidak ada alasan untuk tidak mengencerkan minyak atsiri. “More is not always better, Less is not always ineffective”. Ada banyak keuntungan selain manfaat keamanan yang didapat ketika kita mengencerkan minyak atsiri sebelum digunakan. Saat ini sudah banyak panduan pengenceran minyak atsiri yang dapat dijadikan referensi. Salah satu yang dapat kami rekomendasikan adalah yang dikeluarkan oleh Tisserand Institute pada tautan https://tisserandinstitute.org/safety-guidelines/.
- Digunakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang minyak atsiri yang dipilih.Sekarang sudah banyak studi dan penelitian mendalam tentang jenis minyak atsiri, manfaat, kontraindikasi, dan juga studi kasus yang tertuang dalam jurnal-jurnal penelitian baik di dalam maupun di luar negri. Semua dapat diakses dengan cukup mudah oleh awam maupun orang yang ingin mendalami aromaterapi.Menurut hemat kami, jika seseorang memformulasikan produk aromaterapi hanya untuk dirinya sendiri, maka orang tersebut tidak harus menempuh pendidikan formal menjadi aromaterapis ataupun formulator. Boleh, tapi tidak harus. Lain ceritanya dengan rekan-rekan yang ingin membuat produk aromaterapi untuk dijual kepada orang lain secara komersial. Dalam hal ini adalah tepat jika orang tersebut menempuh pendidikan khusus menjadi aromaterapis dimana ia akan dibekali dengan pemahaman lengkap, baik melalui studi literatur maupun jurnal penelitian terbaru, tentang semua hal terkait minyak atsiri (identitas, manfaat, ciri-ciri, kontraindikasi, toxicity, dosis minimal serta banyak lagi) dan juga tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia.